Indonesia menjadi target iklan penipuan karena skala dan volume belanja iklan yang signifikan. Menurut Shanti, industri yang menjadi target para penipu antara lain e-commerce, teknologi finansial, game dan fast-moving consumer goods.

Ad-fraud tersebut berasal dari peretas yang membuat bot, memanfaatkan malware yang berada dalam perangkat untuk membuat data palsu. Bentuk ad-fraud antara lain berupa iklan bertumpuk saat membuka sebuah laman.

Sayangnya, baru 43 persen brand yang menyadari keberadaan ad-fraud. Risiko itu dapat dikurangi melalui edukasi ke pasar bahwa mereka perlu menggunakan solusi teknologi, bukan hanya memblokir situs yang dianggap menipu.

Jika menggunakan tindakan pencegahan, risiko adfraud dapat diminimalisir sebesar 0,4 hingga 0,5 persen.

MMA dan IAS membuat laporan "Ad-fraud Brand Safety and Viewbility Whitepaper: The State of Ad-fraud in Indonesia" berisi pemahaman mengenai penipuan iklan, cara meningkatkan brand safety, meningkatkan kinerja pemasaran untuk platform periklanan dan mendorong akuntabilitas dalam mobile advertising.

Managing Director Southeast-Asia IAS, Laura Quigley, menaksir belanja ad-fraud di Indonesia tahun ini mencapai 120 juta dolar Amerika Serikat, sementara secara global angkanya menembus 42 miliar.

Sumber: https://m.antaranews.com/amp/berita/1000614/indonesia-target-penipuan-iklan-digital-berapa-kerugiannya?__twitter_impression=true