Search
PARIS VAN SUMATERA

Dulu ketika masih dizaman kolonial, di Indonesia ini sebenarnya ada 2 "Paris". Satu "Paris van Java" yg sampai skrg masih populer utk menyebut Kota Bandung. Dan satu lagi yg sudah tidak pernah lagi disebut — bahkan banyak orang Sumatera Utara sendiri tidak tahu — "Paris van Sumatra" yaitu Kota Medan.
Pada masa itu, Sumatera khususnya Medan memang jadi "bintang" baru di Hindia Belanda. Tempat ini tumbuh menjadi penanda keajaiban baru ekonomi perkebunan. Melalui tembakau, karet dan tanaman lain yg menjadi komoditas utamanya. Medan ketika itu bukan hanya sangat populer dengan tembakau deli nya yg menjadi favorit orang² Eropa, namun banyak hasil kebun lainnya.
Ditambah lagi ketika itu ada kompetisi antar para "penjajah". Inggris ketika itu sudah membangun Singapura dan Pulau Pinang di semenanjung Malaya sebagai simbol kesuksesan koloninya. Mau tidak mau Belanda juga harus punya simbol kemajuan di koloninya. Dipilihlah Medan yg kebetulan juga dekat dengan 2 kota Inggris diatas.
Bahkan sampai hari ini kita merasa, jika berangkat dari Medan, jarak kedua tempat itu tidak terlalu jauh. “Jarak kemajuannya” saja yang semakin hari-hari semakin jauh dengan Medan. Kedua kota itu sekarang telah jadi “kota dunia”. Bahkan banyak orang Medan sering berkunjung kesana utamanya lagi ketika sakit untuk berobat. Ataupun untuk liburan biasa.
Selain didukung "boom" hasil perkebunan, Medan ketika itu juga memang sudah banyak dihuni kaum "DELIAAN". Sebutan populer saat itu utk menyebut para “Belanda - Deli”. Orang-orang Belanda yg lahir dan tinggal di Deli. Yg walaupun telah lama tinggal di Deli, karakter dan selera Baratnya tidak hilang.
Diluar gedung-gedung kantor milik pemerintah kolonial, para Deliaan inilah yg kemudian juga banyak membangun gedung-gedung bercorak art deco, bercat putih bercitra Eropa di Medan. Yang sekarang sisa-sisanya masih bisa kita lihat.
Karena dari hasil kebun para Deliaan, para Belanda-Deli ini jadi kaya raya, maka segala hal yg ketika itu jadi tren di Eropa, mentah-mentah mereka impor juga jadi bagian budaya baru perkotaan dan gaya hidup di Medan. Pada masa ini Medan ramai dgn pertunjukkan kabaret Perancis yg saat itu sedang jadi trend, opera dll. Pokoknya apa yg sdg trend dan “in” di Paris dan Eropa tidak selang lama ada di Medan.
Sekarang, jika kita ke Medan, beberapa jejak gedung art deco itu masih bisa dilihat (minimal contohnya dalam foto² diatas). Khusus gedung-gedung yang pasca kita merdeka dipakai jadi kantor pemerintah, rata-rata masih terawat baik. Namun banyak lainnya tidak.
Melihat majunya Medan ketika itu, Chairil Anwar mengutif Dr. H Van Der Veen menyampaikan: "Molukken is het verleden, Java is het heden en Sumatra is de toekomst". Maluku adalah masa lalu, Jawa masa sekarang dan Sumatra adalah masa depan. Itulah bukti luar biasanya Sumatera cq Medan ketika itu.
Inilah sedikit cerita saya tentang MEDAN, "Paris vand Sumatera" yg terlupakan.
—JANSEN SITINDAON
https://www.facebook.com/1400494851/posts/10221224662351703/