Search
Tulisan Jansen Sitindaon Soal Gereja Suku di Indonesia, GKPS dan Permohonan
JANSEN SITINDAON, Profil FB
Sedikit tulisanku soal “Gereja Suku di Indonesia”, GKPS dan Permohonan:
1) GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun) ini adalah salah satu “gereja suku” di Indonesia. Jadi ini adalah gereja tradisional berciri kedaerahan.
Ini gereja yg teduh sebenarnya dan “tidak mengancam”, jika itu yg ditakutkan warga sekitar. Karena walau prinsipnya: gereja terbuka utk umum atau suku lain, tapi kemungkinan mereka masuk, atau masyarakat sekitar masuk, sangat kecil. Krn ibadahnya saja pakai bahasa Simalungun. Saya saja yg Kristen dan Batak, kecil kemungkinan masuk GKPS ini. Krn bahasanya saya tidak tahu;
Contoh Gereja Kedaerahan lain yg sama dgn GKPS ini misalnya: gereja kami HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). Atau GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), BNKP Nias dll.
Kalau di Jawa ada GKJ atau GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan) yg ibadahnya pakai bahasa Jawa. Di Sulawesi ada Gereja Toraja, GMIM (Gereja Minahasa) dan banyak daerah lainnya.
Semua gereja diatas berciri kesukuan. Pakai bahasa daerahnya masing2 utk beribadah. Dan budaya daerahnya masih sangat kental.
Gereja sejenis ini lahir juga karena adanya “politik gospel” penjajah masa lalu yg memakai taktik pendekatan suku. Sehingga misi Zending dari luar, masuknya langsung spesifik ke suku dan daerah tertentu di Indonesia.
Gereja sejenis ini bisa berdiri keluar dari daerahnya, 100 porsen karena para perantau nya. Karena para “diasporanya” yg merantau termasuk yg lahir diluar daerah. Contoh seperti Gereja kami HKBP, bukan hanya di Indonesia saja, bahkan sudah berdiri di luar negeri seperti di Singapura, Kuala Lumpur, LA, New York, Colorado, dll. Semua ini dimulai karena adanya suku Batak ditempat itu.
Jadi selain tempat ibadah, gereja juga jadi tempat berkumpul — minimal seminggu sekali — dgn teman satu kampung, satu suku, satu daerah yg sama-sama jauh di rantau. Berbagi suka, duka, derita dll. Termasuk mengurusi soal pernikahan, kematian, kelahiran anak dll.
Termasuk Gereja juga sbg tempat bagi para perantau utk mengenalkan budaya bagi anak-anaknya yg lahir di rantau.
Utk contoh saja tidak jauh-jauh masih di Jakarta: di Gereja kami HKBP Menteng misalnya, Gereja membuka program “les bahasa Batak” utk jemaat. Krn banyak anak-anak kami yg lahir di rantau sudah tidak tahu bahasa ini. Jadi di “gereja tradisional” ini, gereja juga jadi tempat utk melestarikan budaya. Minimal bahasanya. Krn ibadahnya di jam tertentu dan Alkitabnya pakai bahasa daerah.
2) Jadi saya berharap semoga dgn sedikit penjelasan ini, Yang Kami Hormati Ibu Bupati cq Pemerintah Purwakarta dan FKUB disana berkenan menerbitkan izin utk Gereja Simalungun ini. Jika memang benar masalahnya soal izin, bukan hal lainnya.
Semoga kalimat “di segel karena izinnya belum ada” ini bukan artinya: setelah itu izinnya terus tidak dikeluarkan. Inikan sama saja artinya “disegel seumur hidup”. Atau gereja itu tidak boleh berdiri dan tutup selamanya. Sekiranya ada hal lainnya, kami mohon Pemerintah Purwakarta memberikan putusan dan kebijakan yg seadil-adilnya.
Demikian sedikit yg bisa saya tuliskan. Semangat terus utk warga Simalungun dan jemaat Kristen lainnya di Purwakarta. Dan utk seluruh sahabat kami Ummat Muslim di Purwakarta dan Indonesia kami mohon keterbukaan hatinya dan selamat menjalankan Ibadah Puasa utk sahabat semua.
Hormatku,
— JANSEN SITINDAON