Search
- Details
- Category: Politik & Opini
- By ZA Sitindaon
- Hits: 108
Munir Lebih Layak jadi Pahlawan Nasional daripada Soeharto
Seorang pengunjung mengamati koleksi Museum Omah Munir di Kota Batu, Jatim. Dosen sejarah Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Pradipto Niwandhono menilai, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib lebih layak menyandang gelar Pahlawan Nasional.(KOMPAS/DEFRI WERDIONO)
Dosen sejarah Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Pradipto Niwandhono, menilai aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib, lebih layak menyandang gelar Pahlawan Nasional.
Presiden Prabowo menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh di Istana Negara saat momen Hari Pahlawan Nasional, Senin (10/11/2025).
Mereka adalah Soeharto, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Marsinah, Sarwo Edhie Wibowo, Mochtar Kusumaatmaja, dan Rahmah El Yunussiyah. Kemudian Sultan Muhammad Salahuddin, Syaichona Muhammad Cholil, Tuan Rondahaim Saragih, dan Sultan Zainal Abidin Syah.
Media Asing Heran Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional Gelar Pahlawan Soeharto Berimplikasi pada Sejarah, Hukum Tata Negara, dan Demokrasi
Soeharto menjadi tokoh yang menyandang gelar Pahlawan Nasional tetapi menuai pro kontra di berbagai kalangan, termasuk akademisi.
Dosen Sejarah Unair Surabaya, Pradipto Niwandhono, menilai bahwa gelar tersebut belum layak disematkan pada seorang Presiden ke-2 Republik Indonesia tersebut. “Ya, saya kira belum layak untuk diberi gelar pahlawan karena bagaimanapun menurut standar hukum internasional Soeharto adalah pelaku pelanggaran hak kemanusiaan,” kata Pradipto kepada Kompas.com, Senin (10/11/2025).
Ia menyoroti banyaknya kasus pelanggaran HAM saat masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Puncaknya, pada Mei 1998 saat Orde Baru Soeharto dilengserkan oleh masyarakat.
Dengan demikian, menurut Pradipto, penobatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional mencederai nilai-nilai demokrasi dan keadilan yang diperjuangkan sejak reformasi. “Selain itu, penganugerahan gelar pahlawan akan mencederai cita-cita demokrasi di Indonesia,” imbuh akademisi lulusan The University of Sydney tersebut.
Lebih lanjut, Pradipto juga bilang bahwa dengan Soeharto yang sekarang menyandang gelar Pahlawan Nasional menunjukkan negara Indonesia memberikan impunitas di bawah pimpinan Presiden Prabowo. “Dengan gelar itu, artinya pemerintah Prabowo sekarang membawa Indonesia untuk menjadi negara yang memberikan impunitas (kekebalan hukum) pada orang-orang tertentu,” bebernya.
Pradipto juga menilai, keterpilihan Soeharto sebagai pahlawan menunjukkan bahwa bagi sebagian besar orang Indonesia, demokrasi bukan idealisme yang utama. “Mereka menginginkan kehidupan negara yang kuat dan stabil, atau jika tidak maka mereka akan mencari kepastian pada hal yang lain, misalnya agama,” ungkapnya.
Dosen yang juga lulusan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tersebut menjelaskan bahwa terjadi pergeseran sistem sosial di kalangan masyarakat yang menjadi over-religius usai reformasi. “Kenyataan bahwa ada sejumlah orang yang menganggap Indonesia pascareformasi telah menjadi over-religius ikut mendorong kembalinya otoritarianisme,” tuturnya.
Dari sekian banyak tokoh di Indonesia, Pradipto mengatakan, Munir menjadi salah satu yang layak menyandang gelar Pahlawan Nasional atas jasanya memperjuangkan kasus HAM. “Munir saya kira lebih pas, salah satunya,” pungkasnya.
Sumber: kompas.com