fbpx

 

Sitindaonnews-zas. Acara pelaksanaan pemberkatan pernikahan John Hard F. Sitindaon, SE putra dari J. Sitindaon/L. Br. Siregar, BA (Op. Ni Si Jessika) dengan Maria Oktaviantina Br. Manurung, SPd putri dari (Alm) Jannes Manurung/Tiominar Br. Situmorang BA, yang  diselenggarakan pada hari Jumat tanggal 7 Desember 2018 berlangsung dengan meriah.

Pakpak Bharat, 22 Nopember 2018

(Sitindaon News-ZAS) - Dalam rangka sosialisasi Membangun Tugu Namangolu serta keberadaan Media Online Sitindaon News dan menelusuri jejak penyebaran Marga Sitindaon,Tim Redaksi Sitindaon News melakukan kunjungan kerja ke daerah Kota P. Siantar, Kab Simalungun, Kab Dairi dan Kab Pakpak Barat sejak tgl 20 - 22 Nop 2018.

Sambutan keluarga besar Sitindaon kepada Sitindaon News sangat baik, ditandai dengan kunjungan pembaca di laman web hingga hari ini sudah mencapai lebih dari 6.000 kali kunjungan mulai dari lounching tgl 9 Sept 2018 yl.

Di Kab Simalungun dan Kota P. Siantar, kami di sambut hangat tokoh masyarakat bpk Maringan Sitindaon, demikian pula di Kab. Simalungun disambut hangat oleh bpk Binton Sitindaon, pengusaha dan pemilik Prima Jaya Hotel dan Water Park di kota Perdagangan dan juga mantan ketua DPRD Kab. Simalungun yg saat ini masih duduk di DPRD Kab. Simalungun.

#BANGGA BATAK#

Memang Batak ini hebat, beda dengan yang lain, orang Batak semua jadi Raja, tapi orang Batak semua juga jadi Pelayan, semua tergantung di mana posisi kita berada.

Jika kita lebih bangga dan lebih menghargai adat, budaya, sosial dan bahasa suku lain, sebaiknya janganlah mengaku Batak dan jangan lagi pakai Marga Batak, itu lebih sportif.

#HORAS BATAK#
#RAJA BATAK#
#BATAK HEBAT#

Tugu Na Mangolu

Foto bersama Jansen Sitindaon, Z.A.Sitindaon (Op. Savana) dan Sudin Maurid Sitindaon.

SitindaonNews.Com - Mari kita dukung Renovasi Tugu Sitindaon. Panitia Renovasi Tugu Sitindaon dan Partangiangan Sitindaon se Indonesia telah terbentuk dan mulai bekerja. Partangiangan Sitindaon se Indonesia tersebut direncanakan akan diadakan 28-29 Juni 2019.


Seorang pemandu lokal sedang menjelaskan sejarah (Agnes/detikTravel)

Samosir - Kisah-kisah dari Raja Sidabutar di Tomok, Pulau Samosir, Sumut, selalu asyik untuk didengar wisatawan. Ada sejarah hubungan Islam dan Batak yang kompak.

Awalnya, sebelum mengenal Kristen sampai sekarang ini, orang Batak menganut kepercayaan malim atau parmalim. Dalam kepercayaan itu, penganut dilarang makan daging babi, anjing, dan darah.

sebelumnya MEMBONGKAR MITOS SI RAJA BATAK: Sebuah Strategi Belanda dalam Pembatakan Non-Melayu Part 3

 

Populasi Toba adalah Etnis Toba

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa yang pertama melakukan konstruksi terhadap Toba ialah misionaris Jerman, sehingga Toba yang pada awalnya dijadikan ”Batak”. Tetapi, kemudian hari Belanda melakukan konstruksi lebih luas lagi hingga seluruh masyarakat non-Melayu di daratan Sumatera Utara dibatakkan atau dijadikan “Batak”. Kemudian istilah “Batak” tadi kemudian ditambah, sehingga menjadi “Batak Toba” yang dapat dilihat pada judul buku-buku yang ditulis oleh Johannes Warneck pada awal abad ke-20. Kata “Batak” merupakan hasil konstruksi misionaris Jerman ini dan mereka memberikan arti baru di dalam kata tersebut seperti dikatakan oleh Dr. Johannes Warneck, yaitu: “Penunggang kuda yang lincah.” Penulis merasa arti ini berlebihan, karena Toba tidak memiliki sejarah yang menonjol dengan kuda bila dibandingkan dengan Simalungun yang pernah memiliki pasukan berkuda yang hebat. Tuan Rondahaim, Raja Raya, memiliki pasukan berkuda yang sangat kuat di penghujung abad ke-19, sehingga tidak pernah dapat dikalahkan oleh Belanda sampai akhir hayatnya.

sebelumnya MEMBONGKAR MITOS SI RAJA BATAK: Sebuah Strategi Belanda dalam Pembatakan Non-Melayu Part 2

 

Si Raja Batak, Sang Tokoh Mitos?

Menarik, N. Siahaan, BA. dalam bukunya “Sejarah Kebudayaan Batak” (1964) mengemukakan dengan kritis dan jernih sebagai berikut: “Berapa jumlah orang Batak dan kapan mereka tiba di sekitar gunung Pusuk Buhit tidak dapat dijawab (rasanya tidak mungkin hanya seorang, yakni Si Raja Batak dengan isterinya jadi nenek-moyang pertama). ... Mengenai riwayat Si Raja Batak, yakni leluhur bersama suku Batak, semata-mata masuk mitos. … Si Raja Batak sudah tokoh mitos, demikian juga Tatea Bulan dan Isumbaon. Tentang nama-nama yang lain kita terima saja mereka itu leluhur yang pernah hidup.” (1964:83,84,86). Tepat sekali pertanyaan kritis dan pernyataan kritis N. Siahaan tadi, bahwa tidak mungkin hanya seorang bersama isterinya menjadi nenek-moyang bersama dan itu semata-mata merupakan mitos. sehingga Si Raja Batak adalah tokoh mitos!

lanjutan dari MEMBONGKAR MITOS SI RAJA BATAK: Sebuah Strategi Belanda dalam Pembatakan Non-Melayu Part 1

Latar Belakang Kata “Batak”

Ensiklopedia Britannica memberi keterangan tentang “Batak” sebagai berikut: “Batak, also spelled Battak or Batta, several closely related ethnic groups of north-central Sumatra, Indonesia. The term Batak is one of convenience, likely coined during precolonial times by indigenous outsiders (e.g., the Malay) and later adopted by Europeans. The groups embraced by the term — the Toba, the Karo, the Simalungun, the Pak Pak, the Mandailing, and the Angkola — have to a limited degree adopted it as a self-designation.” (www.britannica.com). Istilah “Batak” itu kemungkinan diciptakan selama masa pra-kolonial oleh pihak luar, misalnya: Melayu, dan kemudian diadopsi oleh orang Eropa. Kelompok-kelompok yang termasuk ke dalamnya, yaitu: Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Lothar Schreiner, dalam bukunya “Adat dan Injil; Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak” (1999:11) mengatakan: “Sebutan ‘Batak’ maupun ‘daerah Batak’ barulah muncul setelah pengkristenan.” Senada dengan itu, Lance Castle, dalam bukunya, “Kehidupan Politik Sebuah Keresidenan: Tapanuli 1915-1940”, Desertasi Ph.D (1972:138) mengemukakan bahwa sebutan “Batak” itu bermula dari ‘stereotipe’ orang-orang Melayu Muslim di Sumatra Timur terhadap orang “Batak”, sedangkan konotasi yang terkandung dalam sebutan “Batak” ialah: ‘jelek, kasar, jorok, dan bodoh’. Akibatnya banyak orang “Batak” tidak mau menyebutkan identitas mereka sebagai “Batak”, dan lebih senang menyatakan diri sebagai orang: Toba, Karo, Simalungun, Mandailing/Angkola, atau Pakpak/Dairi. Lothar Schreiner dan Lance Castle maupun Ensiklopedia Britannica sebelumnya memberikan informasi bahwa kata “BATAK” itu baru muncul sejak masuknya Kristen dan Kolonial ke daerah pedalaman Sumatera Utara. 

IMG 20220221 WA0000Ilustrasi meninggal di mobil

Istri Meninggal di Mobil

Seorang pria dan istrinya sedang mengendarai mobil, tetapi mobil itu mogok. Sang suami keluar dan memastikan jendela dan pintu mobil terkunci.

Ketika dia kembali ke mobilnya, istrinya sudah meninggal, ada darah di lantai, dan ada orang asing di dalam mobil

Apa yang terjadi?

Ternyata istrinya sedang hamil dan mau ke rumah sakit, lalu meninggal saat melahirkan sendirian di mobil, saat sang suami mencari bala bantuan