Top Stories
-
Maling Motor di Tangerang dan Jakbar Ditangkap Saat Mau Jual Hasil Curian
-
Dampak Dari Kelebihan Makan Durian
-
Etika Sarapan di Hotel, Bolehkah Tamu Bungkus Makanan ?
-
Setahun Pemerintahan Prabowo, AHY Jadi Menteri Berkinerja Terbaik
-
7 Tanda Tubuh Kekurangan Vitamin D yang Sering Tak Disadari
-
Chery Perkenalkan Baterai dengan Jarak Tempuh 1.300 Km Sekali Isi
Search
- Details
- Category: News of the Day
- By ZA Sitindaon
- Hits: 417

"Dukun Ahmad Suradji membunuh 42 perempuan selama sembilan tahun. Mati di tangan regu eksekusi."
Pada malam yang sunyi, tepat pukul 22.00 WIB, terdengar letusan dari perkebunan karet di Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). Kilatan cahaya terlihat dari balik rimbun pepohonan. Suara letusan dan kilatan cahaya itu ternyata berasal dari senapan milik tim eksekutor personel Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda Sumut yang menyalak.
Dari 12 senapan yang dipegang oleh 12 eksekutor, hanya tiga yang berisi peluru tajam dan tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahuinya. Tiga butir pelor melesat mengenai sasaran berjarak 10 meter dengan kecepatan 900 meter per detik, menembus dada kiri seorang laki-laki yang matanya tertutup dan kaki-tangannya diikat di pohon.
Dukun Ahmad Suradji di persidangan
Foto : Istimewa.
Laki-laki yang dieksekusi mati malam itu adalah Ahmad Suradji, warga Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang. Suradji, yang saat itu berusia 59 tahun, merupakan terpidana mati kasus pembunuhan 42 perempuan di Sumut. Dia menghabisi korban-korbannya itu dengan dalih menambah kesaktian ilmunya. Selain petani, Suradji dikenal sebagai dukun. Kawan dan tetangganya sering memanggilnya Nasib Klewang karena Suradji sering menenteng golok saat bertani.
Ada permintaan terakhir AS, yakni bertemu dengan istrinya dan itu sudah dipenuhi.”
Suradji dieksekusi mati setelah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menolak pengajuan grasinya bersama terpidana mati lainnya pada 22 November 2007. Perjalanan hidup Dukun AS, begitu semua media massa kala itu menjulukinya, berakhir. Ia membunuh 42 korban selama sembilan tahun sepanjang 1986 hingga 1997.
Dari hasil penyelidikan polisi, semua korban merupakan pasien yang datang ke rumah Suradji di Dusun Aman Damai. Semua perempuan itu ingin mendapatkan ilmu pengasihan atau penglaris dari Suradji. Ia meminta setiap kliennya yang datang membawa kembang telon, kemenyan putih, kemenyan arab (buhur), dan sepasang jeruk purut.
Syarat lainnya, harus bersedia diikat dan dikubur setengah badan di tempat yang sunyi pada malam hari. Syarat lainnya, pasien tak boleh memberitahukan ritual itu kepada orang lain. Korban pertama Suradji adalah perempuan bernama Tukiyem alias Iyem. Korban datang ke rumah Suradji pada Desember 1986 pukul 18.00 WIB.
Iyem ingin mendapatkan kesuksesan hidup dari Suradji. Setelah Iyem mengutarakan maksudnya, dukun itu mengajaknya ke area perkebunan tebu Sei Semayang, yang berjarak sekitar 1 kilometer dari rumahnya. Saat keluar, Suradji membawa cangkul, tali, dan karung. Sedangkan Iyem membuntutinya di belakang.
Langkah mereka terhenti setelah menemukan lokasi yang cocok untuk ritual ilmu pengasihan itu. Suradji meminta Iyem memegang senter untuk menerangi tanah yang bakal digalinya. Suradji menggali lubang sedalam 1 meter. Panjang lubang sekitar 1 meter dan lebar 70 cm. Karena biasa mencangkul, tak butuh lama bagi Suradji untuk membuat lubang seukuran itu.
Suradji lalu meminta Iyem masuk ke lubang. Kedua kaki dan tangan Iyem diikat tali sambil berdiri. Setelah itu, Suradji naik, lalu menguruk lagi lubang dengan tanah. Tubuh Iyem terkubur mulai kaki hingga dadanya. Sejurus kemudian, Suradji jongkok di hadapan Iyem.
Suradji menyandarkan kepala Tukiyem di atas paha kakinya. Tiba-tiba, tangan kiri Suradji menutup mulut dan hidung wanita itu. Sedangkan tangan kanannya mencekik leher Iyem. Praktis, korban tak bisa berontak karena hampir seluruh badannya sudah terkubur di dalam tanah. Dalam hitungan menit, nyawa Iyem pun melayang, meninggal seketika di tempat itu.
Peti jenasah dukun Ahmad Suradji setelah dieksekusi
Foto : Khairul/Detikcom Medan
Suradji melakukan ritual lain dengan air liur korban yang sudah tidak bisa bergerak. Setelah itu, tubuh korban diangkat kembali. Ia membuka ikatan tali di kaki dan tangan Iyem, membuka seluruh pakaiannya hingga telanjang. Lalu Suradji menguburkan kembali korbannya di tempat itu juga. Esok paginya, Suradji beraktivitas seperti biasa, bertani. Seolah-olah tak ada kejadian apa pun. Ia bergaul seperti biasa dengan tetangganya.
Motif dan pola pembunuhan yang sama dilakukan Suradji terhadap korban-korban berikutnya. Korban kedua Suradji bernama Yusniar alias Niar, yang dibunuh pada sekitar Maret 1987. Korban ketiga adalah seorang perempuan bernama Tomblok sekitar 1988. Lalu korban lainnya di antaranya adalah Rusmina alias Popi (Agustus 1989), Diduk dan Rusmiani alias Anis korban (Juni 1992), Sulianti alias Yanti (Juni 1992), Irdayanti (28 Oktober 1992), Sadiem (17 Desember 1992), dam Kunyil (Januari 1993). Seluruhnya diketahui ada 42 perempuan yang telah dibunuh secara keji oleh Suradji.
Korban terakhir Suradji bernama Sri Kemala Dewi, yang dibunuh pada 23 April 1997. Dari kasus inilah kebiadabannya terbongkar. Empat hari setelah pembunuhan, warga Dusun Aman Damai dibuat geger ketika seorang pemuda menemukan mayat tanpa busana di ladang tebu. Mereka terkejut ternyata mayat itu adalah Dewi, yang dikabarkan menghilang tiga hari sebelumnya.
Polsek Sunggal pun menurunkan tim untuk menyelidikinya. Awalnya polisi mencurigai Tumin, mantan suami Dewi, karena keduanya sering bertengkar. Tapi polisi tak cukup banyak bukti. Pada satu kesempatan, polisi mendapatkan secercah petunjuk baru. Seorang warga bernama Andreas mengaku sempat mengantarkan Dewi ke rumah Suradji untuk berkonsultasi sebelum dikabarkan hilang.
Polisi kemudian mendatangi rumah Suradji. Pria itu mengakui Dewi memang pernah datang ke rumahnya. Namun, selepas Magrib, Dewi pulang ke rumahnya sendiri. Karena tak cukup bukti, polisi menghentikan penyelidikan. Polisi mendalami sejumlah laporan orang hilang dalam beberapa tahun terakhir.
Ternyata, dari sekian banyak orang yang dilaporkan hilang itu, terdapat satu benang merah. Kebanyakan dari mereka merupakan pasien Suradji. Polisi pun lalu menggeledah rumah Suradji. Di sana ditemukan sejumlah pakaian dan perhiasan perempuan, salah satunya milik Dewi. Suradji beserta ketiga istrinya pun ditangkap, yaitu Tumini, Tuminah, dan Ngatiyah.
Rekonstruksi pembunuhan dukun Ahmad Suradji
Foto : dok. ANTV
Lewat proses interogasi yang panjang, akhirnya muncul pengakuan dari mulut Suradji. Dia mengaku membunuh Dewi. Polisi tidak berhenti di situ. Suradji didesak terus. Dari yang semula hanya mengaku membunuh Dewi, Suradji akhirnya mengaku telah membunuh 16 perempuan. Hingga kemudian ia mengaku lagi telah membunuh 42 wanita. Hal itu membuat polisi terperangah.
Perbuatan itu dilakukan dengan dalih untuk mendapatkan kesaktian. Pembunuhan berantai ini dilakukan dari 1986 hingga 1997. Bahkan Suradji mengaku menerima bisikan gaib untuk membunuh 72 perempuan. Istri tertua Suradji, yakni Tumini, ikut membantu perbuatan suaminya. Suradji dan Tumini akhirnya mendekam di penjara.
Kisah Suradji dan korban-korbannya itu ditulis dalam buku ‘The Bastard Legacy: Warisan Legendaris Para Bedebah’ karya Jonathan pada 2015. Juga majalah Intisari edisi Juli 2017 dengan judul ‘Demi Ilmu Sakti, Suradji Membunuh 42 Wanita di Ladang Tebu’.
Suradji disidangkan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Sumut, pada 22 Desember 1997. Masyarakat berbondong-bondong menonton jalannya sidang. Saking banyaknya pengunjung, pihak Pemda Deli Serdang menyiapkan tenda besar serta empat televisi monitor bagi pengunjung yang tak kebagian tempat duduk di ruang sidang. Sidang pun dijaga empat peleton polisi.
Dalam persidangan, Suradji menolak laporan berita acara pemeriksaan polisi. Dia membantah tudingan telah membunuh 42 wanita. Pengakuan bahwa dirinya telah membunuh 42 wanita disebabkan oleh paksaan selama proses interogasi. Tumini, yang bersekutu dengan Suradji, pun membantahnya. Semua tuduhan jaksa dianggap sebagai kebohongan besar.
Persidangan pun berlangsung alot dan dilakukan maraton. Hakim berkeyakinan lain. Hakim yang diketuai Haogoaro Harefa menjatuhkan putusan pada 27 April 1998 dan menghukum Suradji dengan hukuman mati. Putusan hakim di tingkat banding dan kasasi tidak mengubah hukuman mati dukun Suradji itu.
Sementara itu, Tumini divonis penjara seumur hidup. Suradji dan Tumini dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta, Medan. Suradji mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Megawati Soekarnoputri pada Agustus 2004. Baru pada era SBY, permohonan itu dijawab dan ditolak.
Menjelang pelaksanaan hukuman mati, Suradji mengajukan permohonan terakhir ke pengadilan untuk bertemu dengan keluarganya, termasuk Tumini. “Ada permintaan terakhir AS, yakni bertemu dengan istrinya dan itu sudah dipenuhi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung DB Nainggolan kepada wartawan di kantornya, Jakarta, 11 Juli 2008
Sumber: https://news.detik.com/x/detail/crimestory/20211118/Kisah-Pembunuh-Berantai-Dukun-Suradji/
- Details
- Category: News of the Day
- By ZA Sitindaon
- Hits: 469
Sosok AKBP Achiruddin Hasibuan yang dipecat dari Polri. (Istimewa/ Instagram @achiruddinhasibuan)
Kapolda Sumut Irjen Panca Putra Simanjuntak mengumumkan hasil sidang kode etik AKBP Achiruddin. Panca menyebut mantan Kabag Bin Ops Ditnarkoba itu dijatuhi sanksi PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) dari Polri.{jcomments off}
"Berdasarkan pertimbangan, komisi sidang sudah memutuskan perilaku melanggar kode etik profesi Polri. Sehingga majelis komisi etik memutuskan untuk dilakukan PTDH," ujar Panca, dilansir detikSumut, Selasa (2/5/2023).
Sidang kode etik ini digelar sejak pukul 10.00 WIB tadi. AKBP Achiruddin terlihat memasuki ruang sidang di Bidang Propam Polda Sulut dengan seragam lengkap, ditambah topi serta masker.
Saat digiring dari Direktorat Tahti menuju Bid Propam Polda Sumut untuk menjalani sidang kode etik lanjutan sekitar pukul 14.30 WIB, AKBP Achiruddin sempat menyampaikan harapan agar dirinya mendapat keadilan.
"Semoga keadilan berjalan, makasih ya," ujarnya sambil berjalan menuju Bid Propam.
Setelah itu, dia juga menyampaikan agar kasus tersebut cukup hanya dirasakan sendiri. "Cukup kurasakan sendiri," ungkap dia.
Sumber: detik.com
- Details
- Category: News of the Day
- By ZA Sitindaon
- Hits: 486

Peristiwa pemerkosaan massal yang terjadi pada Mei 1998 bukan mitos. Sampai saat ini para korban tidak pernah mendapatkan keadilan.
Kerusuhan Mei yang terjadi 13 Mei hingga 15 Mei 1998 di Jakarta menciptakan suasana kacau. Salah satu yang terjadi selain pengrusakan, penjarahan adalah pemerkosaan massal yang menimpa perempuan etnis Tionghoa.
Selama tiga hari kerusuhan, pengaduan kasus pemerkosaan yang masuk Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) mencapai ratusan orang. Atasnya banyak aduan yang masuk, tim ini kemudian membentuk Tim Relawan untuk Kemanusiaan Perempuan (TRKP). Sebanyak 152 laporan Kasus dari 12 Mei-2 Juni 2022 berhasil dihimpun.
TRK adalah kelompok relawan yang dibentuk pasca peristiwa penyerbuan kantor PDI di Jalan Diponegoro pada 27 Juli 1996 yang dikenal dengan peristiwa "Kudatuli", akronim dari kerusuhan dua puluh tujuh Juli.
TRK dibentuk oleh aktivis Sandyawan Sumardi atau Romo Sandy yang berisi pada aktivis dari Institut Sosial Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan wartawan.
Dalam buku karangan berjudul Konflik dan Perdamaian Etnis di Indonesia (2018) terbitan PT Pustaka Alvabet yang ditulis Samsu Rizal Panggabean, TRK saat itu terjun ke lapangan untuk mengusut peristiwa tersebut lebih lanjut.
Salah satu tim relawan TRK adalah yang sangat sibuk ketika itu adalah Ita Fatia Nadia. Dari buku tersebut, tergambarkan bagaimana ia kalang kabut menerima laporan terjadinya perkosaan. Ia diminta oleh Romo Sandy menuju Jakarta utara karena ada peristiwa serupa di sana. Tidak berselang lama, Romo Sandy kembali menelepon Fatia untuk wilayah Glodok Jakarta barat.

Fatia kemudian mendapatkan panggilan bahwa di depan Trisakti terjadi penyerangan terhadap perempuan oleh sejumlah orang dengan menggunakan mobil. Selanjutnya ia pergi ke Grogol dan temannya pergi ke Jakarta utara.
Setibanya di di Grogol, Fatia mendapat telepon bahwa terjadi lagi kasus perkosaan di Jembatan Lima, Jembatan Dua, Jembatan Tiga, dan Pluit. Di Bandara Soekarno-Hatta, ia melihat banyak korban perkosaan dalam keadaan panik dan stres. Mereka akan berangkat ke luar negeri karena takut dan untuk berobat. Beberapa diantaranya menggunakan kursi roda.
Jumlah laporan perkosaan yang dihimpun mencapai 152 kasus, sebanyak 20 diantaranya meninggal. Rinciannya pemerkosaan 103 orang, pemerkosaan dan penganiayaan 26 orang, perkosaan dan pembakaran 9 orang, dan pelecehan seksual 14 orang.
Pemerintah kemudian membuat Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk pemerintah Indonesia telah mengkonfirmasi laporan dengan hasil berbeda. Hasilnya tim menemukan 85 orang korban kekerasan seksual, 52 orang di antaranya korban pemerkosaan.
Verifikasi kasus perkosaan yang dilakukan TGPF bersumber dari fakta dari korban dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebanyak 15 orang dan fakta dari keluarga, saksi, psikolog, serta pendamping sebanyak 37 orang.
Fatia sendiri tidak mempersoalkan perbedaan catatan jumlah korban tersebut karena situasi saat itu sedang kacau.
Komnas Perempuan juga memperkirakan jumlah korban pemerkosaan Mei 1998 lebih dari laporan TGPF. Alasannya trauma perempuan korban dan keluarga membuat mereka bungkam sehingga tidak semua pemerkosaan didokumentasikan tim ini.
Menurut Fatia, aksi perkosaan ini menjadi modus untuk meneror masyarakat di dalam perubahan politik dengan menggunakan tubuh perempuan. Korban pertama dalam perkosaan massal 1998 adalah seorang perempuan keturunan Tionghoa.
"Negara punya kewajiban untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat Indonesia, khususnya kepada korban. Penjelasan ini yang menjadi tanggung jawab negara untuk menciptakan rasa adil dan mencegah peristiwa terulang kembali," kata Fatia dalam konferensi pers virtual Senin (17/5) lalu.
Tuntutan Penuntasan
Nyatanya tak semua tindak perkosaan saat itu bisa didokumentasikan TGPF, sehingga angka sesungguhnya kemungkinan lebih banyak dari yang dilaporkan. Tim Relawan untuk Kekerasan Terhadap Perempuan, Ita Fatia Nadia, bahkan telah mengundurkan diri dari sejak permulaan.
"Saya didesak sekali untuk bisa membawa saksi korban, kalau tidak ada saksi korban itu tidak ada perkosaan. Sementara menurut saya, para korban perkosaan ini mereka adalah perempuan Tionghoa," kata dia.
Dalam tradisi Tionghoa, kata Fatia jika seseorang sudah diperkosa, hal tersebut menjadi aib yang besar untuk keluarga dan komunitas. Oleh sebab itu, dua korban perkosaan keturunan Tionghoa di Jembatan Tiga dan Jembatan Dua, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Menghadirkan saksi korban pemerkosaan yang merupakan perempuan Tionghoa ini menurut Ita adalah salah. Korban pemerkosaan tidak seharusnya dipamerkan ke publik. "Tetapi bagaimana kita melindungi korban, bagaimana kita menjaga korban dan di situ banyak kita harus percaya pada pendamping korban bahwa memang terjadi perkosaan," ujar dia.
Salah satu korban juga yang banyak diketahui adalah Ita Martadinata. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sudah mengetahui, karena Ita Martadinata satu-satunya korban yang bersedia untuk bersaksi.
Anehnya beberapa hari sebelum Ita Martadinata hendak menyampaikan kesaksiannya, ia meninggal. Sampai sekarang penyebab kematian Ita Martadinata sendiri masih misterius.
Atas kematian Ita, semakin menguatkan dugaan perkosaan dilakukan secara sistematis. Fatia mengatakan, tidak mungkin perkosaan hanya dilakukan dalam waktu 3 menit atau 5 menit, terlalu lama. Diduga modus yang dilakukan oleh para pelaku adalah mereka datang, merusak, menjarah, dan memperkosa.
Komnas Perempuan dalam siaran pers 13 Mei 2022, juga memperkirakan jumlah korban pemerkosaan Mei 1998 lebih dari laporan TGPF. Alasannya trauma korban perempuan dan keluarga membuat mereka bungkam sehingga tidak semua pemerkosaan didokumentasikan TGPF. Komnas Perempuan juga menyoroti pemenuhan hak perempuan korban yang belum terpenuhi setelah 24 tahun.
Komnas Perempuan menyatakan, para korban pelanggaran HAM kini mulai menua dan sebagian lagi telah meninggal. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah mendapatkan keadilan menurut Komnas Perempuan.
"Negara masih bergeming terhadap tuntutan penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu sementara para korban menua dalam penantian keadilan," tulis Komnas Perempuan melalui rilis 13 Mei 2022.
Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk memberi perhatian khusus terhadap mereka. Terutama dalam memberikan layanan kesehatan fisik, psikis, dan bantuan ekonomi yang amat dibutuhkan dalam menjalani masa tua.
Bagi Fatia tragedi pemerkosaan pada Mei 1998 yang selalu disangkal jangan sampai terlupakan. "Merawat ingatan adalah membawa kita memanggil kembali memori-memori dari para korban peristiwa Mei 98 untuk diingat terus-menerus," ujar dia.
"Bangsa ini masih berutang kepada sejumlah perempuan yang diperkosa pada Mei 98 hanya karena untuk saya katakan tumbal dari pergantian kekuasaan di negeri ini," imbuh dia.
Fatia pun menegaskan, negara dan juga masyarakat luas masih memiliki tanggung jawab untuk tetap merawat ingatan tragedi Mei 98. Melawan tindakan pemerkosaan harus jadi gerakan sosial agar hal tersebut tidak terulang di masa depan.
Sumber: FB KataKita
- Details
- Category: News of the Day
- By ZA Sitindaon
- Hits: 344

Taukah anda???
*ISTRI ADALAH SEGALANYA...?*
Orang selalu berkata:
ADA...
" ... Bekas Istri "
" ... Mantan Istri
" ... Bekas Suami "
TIDAK ADA
" Bekas Anak "
" Bekas Orang Tua"...
Tapi waktu kemarin aku ikut RAKOR di Surabaya, seorang Vice President (VP) melakukan Riset kecil kpd para pegawai yang sudah berkeluarga pada saat Rapat di Aula kantor...
Dia lalu meminta 1 pegawai untuk maju ke depan white board
VP :
" Tolong tulis 10 nama orang yg paling dekat denganmu "
Lalu pegawai itu menulis 10 nama ; ada nama tetangga, orangtua, teman kerja, istri, anak, saudara, dst...
VP :
" Sekarang silakan pilih 7 orang di antara 10 nama tsb yg kamu benar² ingin hidup terus bersamanya "
Pegawai itu lalu mencoret 3 nama.
VP:
" Silakan coret 2 nama lagi "
Tinggalah 5 nama tersisa.
VP :"
" Coret lagi 2 nama "
Tersisalah 3 nama yaitu nama :
" ibu "
" Istri " dan
" anak "
Suasana aula jadi hening....
Mereka mengira semuanya sudah selesai dan tak ada lagi yang harus dipilih...
Tiba².....sang VP berkata :
" Silakan coret 1 nama lagi..! "
Pegawai itu tertegun untuk sementara waktu,...lalu dengan perlahan ia mengambil pilihan yg amat sulit...dan mencoret nama
" *IBU* " nya..!!!
...suasana semakin hening...
VP berkata lagi : "Silakan coret 1 nama lagi !"
Hati sang pegawai makin bingung...
Suasana aula makin tegang...
Mereka semua juga berpikir keras mencari pilihan yg terbaik...
Pegawai itu kemudian mengangkat spidolnya dan dengan sangat lambat ia mencoret nama:
" *ANAK* " nya..!!!
Bersamaan dengan itulah sang pegawai tidak kuat lagi membendung air matanya, dan..., Ia pun " Menangis "
Awan kesedihan meliputi seluruh sudut ruang aula...
Setelah suasana lebih tenang,...akhirnya sang VP bertanya...
" Kenapa kamu tidak memilih orang tua " yg membesarkanmu..?!?
tidak juga memilih
" anak " yang adalah darah dagingmu..?!?
kenapa kamu memilih
" *ISTRI* "...?!?...
Toh istri bisa dicari lagi khan..?!?..
Semua orang didalam aula terpana menunggu jawaban dari mulut pegawai itu...
Lalu pegawai itu berkata lirih :
" *ISTRI saya ikut Rapat disini Pak* ."
HA...HA...HA... Serius amat membacanya..
Sumber: Akun FB Peter F. Gontha https://m.facebook.com/story
⯑⯑⯑⯑⯑...
- Details
- Category: News of the Day
- By ZA Sitindaon
- Hits: 338

Banyak pemuka agama Kristen abad-abad awal memilih tetap hidup di Timur Tengah. Tradisi monastik dan asketisme (pengingkaran kesenangan fisik untuk mendekat kepada Tuhan) dalam Kristen, justeru berkembang pertama kali di Timur Tengah. Setidaknya mereka memiliki kesamaan pandangan dengan kelompok Sufisme dalam Islam, yang mulai berkembang pesat pada awal abad ke-9.
Umat Kristen keturunan Arab di Timur Tengah saat ini terbagi dalam dominasi Koptik, Maronit, Ortodoks Rusia, Ortodoks Yunani, Katolik Roma, Ortodoks Armenia, Katolik Armenia, Assyria, dan Protestan. Mereka memiliki bahasa liturgis, ritual, adat istiadat dan pemimpin yang berbeda sesuai dengan arah keimanan mereka.
Gereja Koptik, bentuk kekristenan yang dominan di Mesir, muncul dari perpecahan doktrinal Gereja pada Konsili Khalsedon pada tahun 451. Pemerintah Mesir mendukung hak-hak orang Koptik untuk menyembah dan memelihara budaya mereka.
Sedangkan Gereja Maronit dimulai pada abad ke-5 oleh pengikut seorang imam Kristiani di Suriah bernama Maroun. Patriarkal Maronit yang berbasis di Libanon, membimbing para pengikutnya dalam ajaran Maroun dan para pendeta suci lainnya. Maronit masih merupakan salah satu komunitas Kristen dengan pengaruh politik paling kuat di salah satu negara Arab saat ini, yakni Lebanon.
Pada awal abad ke-20 jumlah umat Kristen sebanyak 20% dari total populasi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Tapi belakangan proporsinya turun menjadi kurang dari 5%. Penurunan ini terjadi karena adanya diskriminasi rutin dalam pendidikan, politik, profesi, kehidupan sosial, hingga genosidal secara tidak langsung yang menyebabkan eksodus signifikan dari wilayah ini.
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi beberapa aksi kekerasan terhadap umat Kristen yang dilakukan oleh kalangan fundamentalis radikal di Mesir dan Suriah. Konflik Arab-Israel juga menyebabkan mayoritas orang Kristen Palestina meninggalkan tanah air mereka. Populasi umat Kristen di Palestina saat ini telah menurun dari 15% menjadi 2%.
Pada abad ke-7, Nabi Muhammad sebagai pemimpin di Madinah sangat menghargai perbedaan keyakinan. Nabi menyebut "Ahli Kitab" bagi umat Kristen dan Yahudi. Mereka diperlakukan sebagai minoritas di bawah perlindungan Islam (Dhimmi). Sebagai agama yang telah lebih dulu ada, intimasi sosial antara umat Yahudi, Kristen dan Islam telah terjalin secara kultural selama berabad-abad. Bahkan disebut, Nabi Muhammad menikahi seorang Kristen, Maria al-Qibthiyah, dan seorang Yahudi, Shofia binti Huyay.
Sumber: twitter.com/islah_bahrawi/status